sherylramirezのブログ

life Insurance

Trading Emas di Pasar Berjangka Komoditas menurut Hukum Islam

Trading Emas di Pasar Berjangka Komoditas menurut Hukum Islam

Hukum asal jual-beli emas ialah bisa. Tukar-menukar emas dengan emas harus penuhi persyaratan taqabudl, tamatsul, dan hulul. Taqabudl ialah setuju serah-terima di antara harga dan barang. Tamatsul ialah setuju dalam kemiripan ukuran dan timbangan. Dan hulul ialah dijumpainya jatuh termin/periode pembayaran pelunasan pembayaran.
Jika jual-beli itu dilaksanakan di antara dua barang ribawi yang tidak semacam (mukhtalifay al-jinsi), karena itu harus penuhi persyaratan taqabudl dan hulul.
Masalahnya ialah, bagaimana jika praktek jual-beli emas ini dilaksanakan di pasar berjangka/pasar derivatif?
Tentunya mekanisme jual-beli dalam pasar turunan ini ialah jika barang fisik emas tidak diperlihatkan langsung, tetapi cuman berbentuk nilai-nilai index dari sebuah asset yang memiliki jaminan emas (underlying assets).
Oleh karenanya, dalam mekanisme perdagangan ini, sebuah kebenaran jika harga dan barang ialah tidak dapat langsung diserahterimakan. Akhirnya, tidak kontan itu ialah sebuah kelaziman.
Dalam Islam, tiap jual-beli yang sudah dilakukan pada jalan akseptasi otomatis, ada interval waktu di antara penyerahan harga dan barang, karena itu jual seperti ini terhitung barisan jual-beli tempo (bai' bi al-ajal), atau jual-beli salam (ikrar pesan).
Karena karakter dan kandungan barangnya dijumpai, walau berbentuk catatan nilai index yang khusus berisi keterangan karakter produk yang dipasarkan, karena itu praktek jual-beli barang yang dijumpai karakternya seperti ini disebutkan dengan istilah bai syaiin maushuf fi al-dzimmahi.
Bagaimana hukum semuanya, jika diaplikasikan pada praktek jual-beli emas di pasar berjangka? Berikut segi menariknya. Karena, banyak faksi yang mengatakan jika arti taqabudll dan hulul disimpulkan sebagai harus kontan, dan langsung serah-terima harga dan barang di majelis ikrar.
Bila anda ikuti konsepsi kontan seperti ini, karenanya ialah hak anda dan tentunya ada risiko dalam prakteknya. Salah satunya risikonya, ialah anda jika beli emas, karena itu anda harus tiba ke toko emas langsung.
Faksi toko juga harus berlaku begitu, yakni bila akan beli emas untuk keperluan menyetok barang yang diperjualbelikan, karena itu mereka jangan dengan memesan pada jalan menghubungi, dan semacamnya. Mereka harus tiba sendiri ke arah tempat emas itu dibuat dan jadi perhiasan (huliyyin mubah). Demikian emas itu usai diciptakan, karena itu faksi toko harus juga memberikan harga langsung.
Benar-benar begitu repotnya bila semua praktek ini harus dilaksanakan dan kelihatannya hal tersebut mustahil diaplikasikan oleh faksi pedagang yang jual emas.

Penglihatan Fiqih Mazhab Syafii pada Jual Membeli Berjangka Komoditas Emas

Dalam Mazhab Syafii, hukum hutang emas dengan kembali emas, hukumnya ialah bisa tanpa khilaf di kelompok ulama. Ketentuan mainnya, ialah jika emas yang diutang dengan emas yang digunakan membayar hutang, harus memeiliki kandungan dan berat yang serupa. Hutang emas 1 kg, karena itu kembalinya emas 1 kg, jangan lebih, dan jangan kurang. Bila lebih di salah satunya yang ditukar atau dibalikkan, jadi tidak disangsikan kembali jika kelebihan itu ialah masuk konsepsi ikrar riba.
Secara hutang, riba itu disebutkan riba qardli, dan secara jual-beli kontan karena itu riba itu sebagai riba al-fadhli. Tetapi, karena penyerahannya meniscayakan ada tempo, karena itu secara jual-beli, kelebihan di salah satunya barang yang dibarengi tempo penyerahan ialah terhitung riba al-yadd, apabila ikrar penyerahan itu dijumpai waktunya dan terjadi bertambahnya bersamaan ada tenor yang baru, karena itu kelebihan itu disebutkan riba al-nasiah.
Dalam ikrar hutang emas, meniscayakan ada fisik emas yang ganti, walau kandungan dan ukuran sama. Ada penggantian fisik, mengisyaratkan ada ikrar transisi (mu'awadlah) yang disebut dasar dari ikrar jual-beli (barter).
Transisi di antara barang fisik, baik yang sama macamnya atau berbeda macamnya, dan dilaksanakan langsung di majelis ikrar, sebagai istilah lain dari ikrar jual-beli secara kontan (halan). Saat itu, ikrar transisi barang fisik yang diselai karena ada interval waktu (tempo), baik dengan interval waktu sesaat atau lama, mengisyaratkan terjadi ikrar jual-beli dengan tempo (bai' bi al-ajal). Bila interval saat itu dijumpai, karena itu terhitung jual-beli credit (nasiah). Akhirnya, ikrar hutang emas, ialah sama dengan ikrar jual-beli tempo atau ikrar bai nasa' (jual membeli credit).
Ikrar jual-beli tempo sebagai istilah lain dari ikrar perdagangan kekinian, yang dikenali sebagai ikrar perdagangan berjangka komoditi dan hukumnya ialah syah, saat lagi tidak ada elemen riba, gharar (spekulatif), maisir (judi) dan ghabn (manipulasi) . Maka, pada intinya, perdagangan berjangka (bai' bi al-ajl), sebagai perdagangan yang diterima idenya oleh syariat.
Harga yang belum dibayar saat berlangsungnya ikrar dan saat barang itu diberikan ke konsumen, karena itu harga itu dalam posisi fiqihnya merupakan harga yang diutang. Dan ini, berlaku pada jual-beli tempo.
Kebalikannya, barang yang belum diberikan saat berlangsungnya ikrar dan penyerahan harga (ra'su al-mal) ke penjual, karena itu barang itu dalam posisi fiqihnya ialah tempati maqam barang yang diutang. Fiqih mengatakan syaiin fi al-dzimmah (barang yang ditanggung hutang). Hal seperti ini berlaku pada ikrar jual-beli salam (pesan).
Trading Emas dengan Fiturs
Jika terjadi transaksi bisnis pembelian komoditas emas dalam pasar berjangka, hingga beberapa trader memberikan harga lebih dahulu ketika emasnya masih terdaftar dalam index, karena itu status emas itu ialah tempati derajat emas yang ditanggung (emas fi al-dzimmah).
Ikrar jual-beli suatu hal yang ditanggung, ialah terhitung rumpun dari ikrar salam. Dalam istilah pasar berjangka komiditi, ikrar ini dikenali dengan istilah fiturs, yakni kontrak pembelian barang komoditi pada harga yang diberikan saat ini, dan barang yang bakal diberikan kedepan.

Hukum praktek trading fiturs ini ialah bisa tetapi dengan catatan, yakni:

  • Harga emas dan semua ketetapan yang terkait sama barang (emas), harus telah disetujui saat ini, yakni saat berlangsungnya transaksi bisnis.
  • Uang (harga) harus diberikan saat transaksi bisnis itu disetujui, untuk menghindar terjadi praktek gharar (ketidakjelasan) jadi atau tidak jual-beli.
  • Barang (emas) harus bisa ditanggung berkenaan kandungan, ukuran atau beratnya saat kontrak itu disetujui bersama di antara trader 1 dengan trader yang lain (pemilik emas)
  • Jika ketetapan 1, 2, 3 itu tercukupi, karena itu praktek trading emas dengan fiturs seperti, hukumnya ialah bisa dan hasil yang didapat ialah halal.
  • Illat kemampuan praktek jual-beli emas seperti yang dikatakan di atas, yaitu wajibnya taqabudl dan hulul ialah telah terhitung yang tercukupi.
  • Jika kandungan dan berat emas yang diberikan saat waktu penyerahan itu terjadi, ialah sebanding lempeng dengan ketetapan harga terkini (realtime) saat emas itu diberikan, jadi tidak batal praktek seperti ini ialah masuk kelompok riba al-yad hingga trading fiturs dengan ciri-ciri seperti, hukumnya ialah haram.
  • Jika waktu penyerahan emas itu (hulul al-ajal) dijumpai, sementara harga emas ikuti keadaan ketetapan harga terkini (realtime) saat emas itu diberikan, jadi tidak disangsikan kembali, jika praktek fiturs seperti ini hukumnya ialah haram, karena terhitung riba nasiah.

Illat larangan lakukan praktek fiturs seperti yang digariskan pada point 6 s/d 7, ialah karena kehadiran elemen riba, yang disebabkan tidak penuhi aturan wajibnya taqabudl dan hulul.

Trading Emas dengan Swap

Jika seorang trader putuskan jual index komoditas emas yang telah terkuasainya (emas fi al-dzimmah), karena itu seakan terjadi praktek ikrar jual-beli hutang dengan hutang (bai' al-dain bi al-dain) dalam frame ikrar salam (ikrar pesan). Ikrar jual-beli seperti ini dalam pasar berjangka dikenali dengan istilah swap, yakni kontrak pemasaran barang sama barang yang diberikan saat ini tetapi harga akan diberikan di periode kedepan.
Berlangsungnya peralihan tanggung-jawab kepenguasaan barang dari trader 1 ke trader yang lain dengan rupa barang yang dengan status fi al-dzimmah (hutang) seperti ini, dalam ikrar fiqih, ialah tempati derajat ikrar hiwalah (pengoperan tanggungan) dalam frame ikrar jual-beli tempo (bai' bi al-ajal).
Beberapa fuqaha menggariskan, jika ikrar hiwalah ini ialah diperbolehkan, asal penuhi beberapa ketetapan seperti berikut:
li masis al-hajah (karena tekanan keperluan), terhitung dalam masalah ini ialah karena factor tuntutan zaman dan perubahan tehnologi,
besaran tanggungan yang diarahkan itu penting dipahami dan terjaga kandungannya, dan
object yang diarahkan ialah tidak masuk rumpun object yang dilarang dijualbelikan dalam syariat.
Adapun, praktek bai' bi al-ajal dengan object trading berupaa index emas ialah diperbolehkan, asal penuhi beberapa persyaratan yang jadi kontradiksi dari persyaratan trading emas dengan mekanisme fiturs (salam) di atas, yakni:

  • Barang yang dijualbelikan (index emas), harus bisa diberikan di majelis ikrar, saat kontrak itu terjadi.
  • Harga membeli index emas, harus juga telah disetujui saat berlangsungnya kontrak dengan ketentuan harga terbaru (realtime).
  • Waktu penyerahan harga bisa diputuskan sekalian di majelis ikrar, yakni berkenaan kapan kejelasan waktu penyerahan itu terjadi, atau kebalikannya tidak diputuskan.
  • Jika waktu penyerahan harga tidak diputuskan di majelis ikrar, karena itu ikrar itu terhitung jual-beli tempo.
  • Jika waktu penyerahan harga itu diputuskan, karena itu ikrar itu terhitung ikrar bai' bi al-nasa.
  • Ikrar jual-beli tempo dengan object trading berbentuk barang ribawi, hukumnya ialah diperbolehkan dengan persyaratan harga ikuti saat kontrak itu disetujui.
  • Ikrar jual-beli nasa' dengan object trading berbentuk barang ribawi, hukumnya ialah diperbolehkan dengan persyaratan harga jangan lebih dari ketetapan yang disetujui saat berlangsungnya ikrar.
  • Keunggulan dari harga yang terjadi saat waktu penyerahan harga di masa datang, melewati harga yang disetujui saat berlangsungnya jual-beli tempo, ialah terhitung riba al-yad.
  • Keunggulan dari harga yang terjadi saat waktu penyerahan harga yang telah ditetapkan di masa datang (‘inda hulul al-ajli), yang melewati harga yang disetujui saat berlangsungnya kontrak, ialah terhitung riba al-nasiah.
  • Illat kemampuan praktik swap seperti yang dikatakan pada point 1 sampai 7, ialah karena telah penuhi elemen taqabudl dan hulul.
  • Illat larangan praktik swap dengan ciri-ciri yang dipilih pada point 8 dan 9, ialah karena ada praktek riba.

Pada intinya, semua wujud praktek muamalah ialah bisa selama tidak terjang ketentuan yang telah digariskan oleh syariat. Ketetapan yang berjalan pada praktek jual-beli barang ribawi ialah wajibnya taqabudl dan tamatsul, dengan keunikan harga atau barang telah disetujui ketentuan transisinya saat di majelis ikrar. Tiadanya praktek muamalah, baik secara fiturs atau secara swap, dari penuhi ketentuan transisi yang dibetulkan secara syariat, jadikan hukum transisi itu sebagai yang diharamkan.
Supaya tidak terjang illat keharaman, karena itu ketetapan harga dan barang yang perlu dituruti melalui praktek swap atau fiturs di atas, ialah ketentuan harga dan barang (emas) saat berlangsungnya kontrak. Jika ketetapan penyerahan di masa datang rupanya memperlihatkan praktek kebalikannya, yakni ikuti harga realtime saat harga dan barang itu diberikan di masa datang, karena itu baik praktek fiturs atau swap itu, hukumnya ialah haram karena illat riba al-yad dan riba nasiah. Wallahu a'lam bi al-shawab